Rabu, 28 Desember 2011

Soal dan Jawaban Ujian Akhir Struktur dan Budaya Organisasi MME PPM

UJIAN MATA AJARAN STRUKTUR DAN BUDAYA ORGANISASI
Bagian Budaya Organisasi
Program Studi S2
Magister Manajemen Eksekutif Angkatan 49

Nama         : HETI
MME - 49


Keterangan Umum:
·      Ujian dikirimkan via email Kamis, 4 Agustus 2011 harus sudah di email balik paling lambat Kamis, 11 Agustus 2011 pk 24.00 WIB.
·      Hasil di email ke PROG-MM@stm.ppm-manajemen.ac.id
·      Jawaban diberikan ringkas dan padat disertai contoh kongkrit yang berasal dari penyajian kelompok atau pengalaman di perusahaan masing-masing.


1.      Bagaimana KOMATSU menyebarkluaskan dan menanamkan budaya perusahaan mereka hingga jauh ke seluruh dunia?

Jawaban :
Faktor-faktor utama  menyebarluaskan dan menanamkan budaya perusahaan menurut Schein adalah:
  1. Apa yang menjadi perhatian para pemimpin di perusahaan tersebut, apa yang dihitung dan dikontrol secara berkala.
Selama beberapa decade, Komatsu berusaha untuk mengglobalisasikan perusahaannya. Pada tahun 2007, Komatsu telah menjadi produsen terbesar kedua di dunia yang memindahkan peralatan lebih dari 80% dari penjualan yang berasal dari luar Jepang. Manajemen Senior Komatsu percaya bahwa alasan utama untuk sukses adalah budaya perusahaan. Komatsu menyebut budaya perusahaan dengan Jalan Komatsu, yang terdiri dari 7 point yaitu :

1)         Komitmen terhadap Kualitas dan Keandalan
2)         Customer Oriented
3)         Mendefinisikan Akar Penyebab
4)         Tempat Kerja Filsafat (Genba)
5)         Kebijakan Deployment
6)         Kolaborasi dengan Mitra Bisnis
7)         Pengembangan Sumber Daya Manusia
Jalan Komatsu dimaksudkan untuk mengartikulasi seperangkat nilai yang telah dipupuk di Jepang selama beberapa decade. Secara tradisional, perusahaan-perusahaan Jepang memiliki basis pendekatan manajemen yang bersifat homogeny budaya Jepang, yang ditandai dengan etos kerja yang kuat, semangat kerjasama, dan kesetiaan kelompok.  Dengan mendirikan perusahaan di luar Jepang, maka mereka harus memanfaatkan energy dan komitmen karyawan dari kelompok bahasa dan budaya yang beragam. Dengan kata lain, perusahaan harus merubah paradigma dari homogeny menjadi keragaman.

  1. Bagaimana para pemimpin di perusahaan itu bereaksi terhadap kejadian-kejadian kritis atau saat perusahaan mengalami krisis.
Menghadapi kenyataan perubahan paradigma dan keragaman budaya di perusahaan, CEO Komatsu, Mr. Sakane memprakasai dan meminpin program seminar manajemen global.  Program ini berusaha untuk mencapai tujuan :
ü  Meningkatkan pemahaman peserta tentang warisan (Jalan Komatsu), nilai-nilai dan arah masa depan
ü  Mendorong dialog terbuka antara pemimpin senior perusahaan yang bekerja di perusahaan yang terpencil (jauh dari Jepang).
ü  Membentuk tim kecil (Promosi Satuan) untuk mempromosikan Jalan Komatsu di masing-masing departemen, divisi, kelompok, dll


  1. Bagaimana para pemimpin mengalokasikan sumber daya-sumber daya yang ada
CEO Komatsu mengalokasikan sumber daya-sumber daya yang ada di Komatsu dengan mengadakan pertemuan tentang Jalan Komatsu :
ü  CEO membuka program dengan melakukan presentasi dan diskusi selama kurang lebih dua jam tentang warisan Koamtsu Grup, nilai-nilai, dan arah masa depan perusahaan.
ü  Sesi berikutnya, eksekutif perusahaan yang bertanggung jawab terhadap fungsi-fungsi bisnis perusahaan melakukan presentasi
ü  Peserta yang dibagi dalam beberapa kelompok melakukan diskusi untuk mengidentifikasi dan merekomendasikan berbagai rencana tindakan dalam mengatasi permasalahan yang timbul
ü  Rekomendasi dari kelompok karyawan banyak yang ditindaklanjuti dan dilaksanakan oleh perusahaan.

  1. Menjadi tokoh panutan, mengajari dan melatih
CEO Komatsu yaitu Mr. Sakane menjadi inspirator dan motivator bagi manajemen dibawahnya. Untuk para manajemen senior Perusahaan juga menerapkan Jalan Komatsu yang harus dilakukannya, uaitu :
ü  Nilai Genba (mementingkan keterlibatan semua karyawan terutama para ‘front line’ dari perusahaan )
ü  Meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan kebijakan cepat dan menyeluruh yang merupakan kekuatan inti perusahaan
ü  Mengembangkan win-win solution dalam hubungan dengan dealer, pemasok, stakeholder, dan mitra lainnya
ü  Mengembangkan sumber daya manusia terutama penerus Anda.
  1. Bagaimana para pemimpin memberikan penghargaan dan status
CEO Komatsu, Mr Sakane mementingkan komunikasi internal dan eksternal. Ia selalu menyempatkan bertemu dengan semua pekerja pabrik dua kali setahun dan dengan pemasok atau dealer sekurangnya satu kali setahun.  Sakane mengkaitkan kompensasi eksekutif senior  ke kinerja Komatsu
  1. Bagaimana para pemimpin merekrut, menseleksi, mempromosikan dan menghentikan pegawai
Senior manager merekrut pegawai dari menseleksi saat pegawai tersebut lulus dari universitas. Mereka melakukan tata kelola perusahaan dengan melakukan promosi secara transparan termasuk mengidentifikasi dengan cepat kesalahan serta mengungkapkannya. Pemimpin perusahaan ketat terhadap aturan etik perusahaan (Jalan Komatsu) baik dalam melakukan transkasi bisnis denga pemasok, dealer dan pembeli. sistem kompensasi Jepang cenderung lebih kaku dari orang-orang dari perusahaan-perusahaan lain.


  1. Jelaskan pentingnya nilai-nilai sebagai penggerak bagi keberhasilan perusahaan dan tantangan dalam menanamkan budaya perusahaan secara global dalam kasus KOMATSU

Jawaban :
Berdasarkan kasus Komatsu dapat disimpulkan bahwa Total Quality Control menjadikan sangat penting dalam perusahaan karena menjadi pandangan hidup yang mengakar kuat dalam budaya perusahaan. Komatsu memiliki ambisi untuk melakukan ekspansi ke luar negeri dengan mengutamakan kualitas, inovasi teknologi, pengembangan sumber daya manusia, memegang teguh nilai-nilai kaizen (peningkatan kualitas yang berkelanjutan), dantotsu (perpaduan 2 hal penting pada produk yang dihasilkan Komatsu dari produk yang tidak mungkin bisa disamakan oleh pesaingnya untuk beberapa tahun ke depan dan pengurangan biaya produksi minimum 10%), monozukuri (terus menerus menghasilkan sesuatu tanpa henti) dan genba (mementingkan keterlibatan semua karyawan terutama para ‘front line’ dari perusahaan).
Nilai-nilai tersebut berperan penting  bagi kesuksesan Komatsu terlihat ketika Komatsu menghadapi tantangan dari pesaing bisnisnya yaitu Caterpillar. Yoshinari Kawai saat itu menjabat CEO Komatsu, segera bertindak cepat dan memutuskan Komatsu harus menjadikan kualitas bulldozer mereka berkualitas standar dunia dalam jangka waktu 1 tahun. Misinya tersebut, oleh Kawai dinamai Project A. Komatsu melakukan peningkatan kualitas pada bulldozer ukuran kecil dan menengah melalui program QC dengan tidak memperhatikan factor biaya produksi dan fokus pada bagaimana menghasilkan produk-produk kelas dunia.
Demikian pula, di tahun 1970-an ketika Komatsu mengalami kasus yang sama menghadapi pesaing utamanya. Komatsu melakukan Project B yang berusaha memperbaiki kualitas produk bulldozer ukuran besar. Project B pun mengutamakan pentingnya kualitas dari produk yang akan dihasilk (QC sudah beribah menjadi TQC). Di tahun 1980, Project B dari KOMATSU berhasil mencapai target yang sudah diterapkan.
Tantangan yang dihadapi Komatsu dalam menerapkan nilai-nilai yang selama ini dianutnya adalah :
Ø  Terjadinya perbedaan persepsi tentang posisi kepala pabrik antara karyawan dari Jepang dengan karyawan dari Amerika.  Karyawan dari Jepang mementingkan posisi kepala pabrik sebagai ‘front line’ dalam nilai budaya genba sanagat penting. Sedangkan karyawan dari Amerika dan Eropa menganggap posisi tersebut tidak bergengsi dan cenderung dipandang rendah.
Ø  Terdapatnya gap antara para insinyur dan para pekerja di pabrik Komatsu Amerika. Para insinyur tersebut jarang terlihat berinteraksi dengan para pegawai pabrik (menurut budaya genba, para insinyur itu tidak dapat menghasilkan produk yang lebih baik bila mereka tidak pernah terlibat secara nyata dengan para pekerja pabrik yang merupakan ‘front line’ dari perusahaan)
Ø  Terjadi ketidakjelasan dalam uraian pekerjaan seorang manajer. Mereka dituntut untuk dapat berperan serba bisa terutama dalam hal ‘merangkul’ para pekerja pabrik yang merupakan ‘front line’ di Komatsu.
3.       Apakah kurangnya kemampuan top management dalam membedakan menjadi penghambat pertumbuhan berkelanjutan perusahaan di pasar global, terutama dalam mendorong lebih jauh perkembangan pasar di Asia, Amerika Latin dan Timur Tengah?

Jawaban :
Menurut Schein kepemimpinan dapat dilihat sebagai seperangkat kegiatan bersama daripada sifat satu  orang  dan rasa kepemilikan kelompok yang muncul. Olsen memiliki asumsi tentang sifat dari dunia dan bagaimana seseorang menemukan kebenaran dan memecahkan masalah yang sangat kuat pada tahap ini. Dia percaya bahwa baik ide bisa datang dari siapa saja tanpa memandang pangkat atau latar belakang, tetapi bahwa baik dia maupun individu lain cukup cerdas untuk menentukan apakah ide yang diberikan adalah benar. Olsen merasa bahwa diskusi terbuka dan perdebatan dalam kelompok-satunya cara untuk menguji ide-ide dan bahwa tidak ada satu harus mengambil tindakan sampai ide itu selamat dari wadah dari perdebatan yang aktif.
Ini "model" tentang bagaimana menjalankan sebuah organisasi untuk memaksimalkan kreativitas individu dan kualitas keputusan bekerja sangat berhasil dalam bahwa perusahaan mengalami pertumbuhan dramatis selama lebih dari tiga puluh tahun dan memiliki semangat yang sangat tinggi.
Kurangnya kemampuan top management dalam membedakan menjadi penghambat pertumbuhan berkelanjutan perusahaan di pasar global. Praktek manajemen Jepang sulit bagi manajer asing untuk memahaminya. Terutama saat proses membuat keputusan di Jepang sangat membingungkan bagi manajer local. Karena konsensus harus dicari, sering membutuhkan waktu cukup lama melalui diskusi yang alot, proses itu memakan waktu, sering alasan untuk keputusan tertentu itu tidak jelas karena banyak orang berpartisipasi dalam proses. Bagi banyak manajer non Jepang, proses pengambilan keputusan di Jepang disebut "kotak hitam." Beberapa manajer lokal juga merasa ada dinding pemisah antara mereka dan ekspatriat. Meskipun ada perbedaan individual yang signifikan, ekspatriat cenderung berbaur dengan mereka sendiri dan asyik menjaga hubungan baik dengan sesame rekan Jepang mereka di rumah. Hal ini tidak unik jika terjadi di Jepang, namun  perilaku ini sering diamati di antara ekspatriat Amerika dan perusahaan-perusahaan Eropa juga.
Beberapa ekspatriat menjabat sebagai penasihat atau pelatih untuk warga Negara lokal, yang lainnya memegang posisi operasi termasuk orang-orang dari manajer pabrik dan kepala fungsi dan anak perusahaan. Sebagian besar jumlah anak perusahaan asing Komatsu dipimpin oleh warga lokal, tetapi kemudian ekspatriat Jepang umumnya memegang posisi No 2. Ekspatriat Jepang yang menduduki jabatan apa pun yang mereka tempati, diharapkan mampu mentransfer keahlian teknis dan know-how Perusahaan, berfungsi sebagai komunikasi penghubung dengan Jepang, dan membiasakan warga lokal dengan proses manajemen Komatsu dan budaya.
CEO Komatsu, Mr Sakane mengingatkan pentingnya kepemimpinan dalam melakukan inisiatif utama dalam mengembangkan perusahaan global. Selama beberapa tahun terakhir, Komatsu membuat langkah besar untuk memajukan perusahaan dengan membina manajer Jepang untuk lebih global dalam pendangan mereka dan manajemen keterampilan. Disamping itu, para pemimpin Komatsu dalam mengembangkan peluang yang lebih besar bagi karyawan, dimanapun mereka berada harus menyadari potensi mereka dalam Grup Komatsu. Dengan tekad yang kuat dan focus maka tujuan tersebut dapat terpenuhi.


4.       Mengapa strategi pertumbuhan di lokasi geografis yang berbeda-beda dapat berhasil untuk sebagian Negara, tetapi dapat juga tidak bagi Negara yang lain?

Jawaban :
Sebuah perusahaan memiliki beberapa alasan dalam memasuki pasar global, diantaranya yaitu :
1. mencapai akses ke pelanggan baru
2. mencapai biaya yang lebih rendah dan meningkatkan persaingan firma
3. kapitalisasi kompetensi dasarnya
4. memperluas resiko bisnis melampaui pokok pasar yang lebih luas
Strategi pertumbuhan yang digunakan oleh perusahaan berbeda-beda berdasarkan letak geografis dan budaya daerah tersebut.  Hal ini dikarenakan letak geografis akan mempengaruhi kebudayaan, demografi, dan kondisi pasar diantara negara-negara di dunia. Geografis  memberi warna gaya hidup masyarakat di Negara-negara tersebut. Terlepas dari kebudayaan dasar dan perbedaan pasar diantara negara-negara yang ada, sebuah perusahaan juga harus memberi perhatian khusus kepada keuntungan yang bersumber dari variasi satu negara ke negara yang lain dalam biaya-biaya manufakturing dan distribusi, resiko dari tingkat perubahan penyaringan, dan tuntutan ekonomi dan politik dari pemerintahan negara yang berlaku sebagai tuan rumah. Juga perlu memperhatikan perbedaan dalam tingkatan upah, produktivitas pekerja, tingkat inflasi, biaya, energi, tingkat pajak, peraturan pemerintah, dan kemiripan, menimbulkan variasi yang cukup besar dalam biaya manufakturing dari satu negara ke negara yang lain.
Kualitas lingkungan bisnis atau geografis suatu negara juga menawarkan keuntungan lokasi.  Pemerintah dari beberapa negara khawatir untuk menarik para investor asing dan lebih jauh lagi untuk menciptakan suatu iklim bisnis yang dilihat menguntungkan oleh pihak luar. Selain itu, resiko tingkat pertukaran uang serta melambungnya tingkat pertukaran yang mempersulit isu-isu keuntungan biaya geografi. Perubahan besarnya tingkat pertukaran ini dapat menghilangkan secara total keuntungan biaya-rendah negara atau merubah sebuah lokasi biaya-rendah menjadi sebuah lokasi biaya bersaiang. Contohnya, di pertengahan tahun 1980-an ketika dolar sangat kuat terhadap yen Jepang(1 dolar sama dengan 125, dari 100 yen sebelumnya), pembuat peralatan berat Jepang Komatsu mampu menjualnya dengan harga rendah 25 persen dibawah harga perusahaan Amerika Caterpillar, yang mengakibatkan Caterpillar kehilangan penjualan dan wilayah pemasarannya. Akan tetapi, mulai tahun 1985, ketika tingkat pertukaran mulai bergeser dan dolar mulai berangsur melemah terhadap yen(1 dolar melemeh secara teratur terhadap yen), Komatsu harus menaikkan enam kali harganya selama dua tahun mengikuti nilai yen-berdasarkan biaya-biaya dalam rangka peningkatan dolar. Dengan persaingannya melawan restorasi Komatsu, Caterpillar menaikkan lagi penjualan dan perluasan pasar.  
Kebijakan-Kebijakan Pemerintah tuan rumah mempengaruhi kondisi dunia bisnis dan operasi perusahaan-perusahaan asing di pasar mereka. Pemerintahan setempat menyusun persyaratan muatan lokal pada barang-barang yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan asing di dalam wilayah merek, menetapkan pelarangan pada ekspor-ekspor untuk menjamin kelayakan persedian-persediaan lokal, mengatur harga barang-barang impor dan produk-produk lokal, dan menekan tarif atau kuota barang-barang impor.
Semua kemungkinan ini menjelaskan mengapa para manajer perusahaan-perusahaan tersebut memilih untuk bersaing dalam pasar-pasar asing harus malihat secara dekat pada kebijakan-kebijakan negara terhadap dunia umumnya, dan perusahaan-perusahaan asing pada khususnya, dalam menentukan pasar-pasar negara mana yang bisa dimasuki dan pasar negara mana yanng harus dihindari.


5.      Apa pelajaran yang didapat bagi perusahaan di Indonesia (dari kasus ini), terutama perusahaan di tempat Anda bekerja?

Jawaban :
Pelajaran yang didapat bagi perusahaan di Indonesia terutama tempat saya bekerja adalah semangat nilai-nilai perusahaan (Jalan Komatsu) yang terdiri dari 7 point, yaitu:
1)      Komitmen untuk Kualitas dan Keandalan:
Kualitas adalah prioritas atas komitmen kami, dan dengan demikian kami akan tidak pernah membuat kompromi pada kualitas.

2)  Berorientasi Pelanggan:
Dengan menghargai pendapat dari pelanggan kami, kami terus menawarkan produk dan layanan yang mereka bangga untuk sendiri.

3)   Menentukan Penyebab Root:
Dengan jelas mendefinisikan semua proses dari perencanaan produk untuk mesin kondisi di lapangan, kami selalu bekerja untuk menemukan dan memperbaiki penyebab akar masalah untuk mencegah masalah dari berulang.

4)   Filsafat Tempat Kerja:
Tempat kerja (Genba dalam bahasa Jepang) menawarkan informasi yang harus merupakan dasar kebijakan kami, strategi, perbaikan rencana dan inisiatif penting lainnya. Sangat penting untuk menekankan dan melihat fakta tempat kerja, membuat informasi "terlihat."

5)   Kebijakan Deployment:
Begitu kebijakan manajemen puncak yang diumumkan, karyawan pada semua tingkatan memahami peran masing-masing, membuat rencana kegiatan mereka sendiri, dan menerapkannya pada inisiatif mereka.

6)   Kolaborasi dengan Mitra Bisnis:
Dalam semua operasi dari pengembangan untuk penjualan dan purna jual pelayanan, kami bekerja sama dengan mitra bisnis kami dari di seluruh dunia untuk memecahkan masalah dan meningkatkan operasi, berbagi pengetahuan dan bekerja untuk kita bersama pertumbuhan sebagai "Satu Komatsu."



7)   Pengembangan Sumber Daya Manusia:
Ini adalah sumber daya manusia, yaitu, karyawan, dukungan yang berkelanjutan perusahaan pertumbuhan. Karyawan yang paling berharga perusahaan aset dan dengan demikian sumber daya manusia pengembangan dan pendidikan program untuk karyawan sangat diperlukan di seluruh dunia.

Jalan Komatsu tersebut jika diterapkan di perusahaan Indonesia maka perusahaan dapat bersaing dikancah global. Perusahaan Indonesia dapat menembus pasaran dunia dengan kualitas yang baik dan ditunjang oleh sumber daya manusia yang tinggi. Disamping itu, etos kerja karyawan dan rasa memiliki yang kuat akan menjadi tradisi dan budaya karyawan di Indonesia. Jika hal ini diterapkan secara serius, maka tingkat penyalahgunaan wewenang dan korupsi akan berkurang.

Tidak ada komentar: